Belajar Pengorbanan dan Kesungguhan dari Abdurrahman Bin Auf

Sebagai seorang agent of change dan iron stock, mahasiswa dituntut untuk memenuhi banyak ekspektasi dari berbagai sisi kehidupan perkuliahannya. Tuntutan kehidupan ketika menjadi mahasiswa inilah yang sering sekali menjadikan kebanyakan mahasiswa sekarang berfikir untuk menghindar dan mencari berbagai pembenaran untuk menunda tugas tersebut, salah satu alasan yang paling terkenal mungkin adalah bahwa kebutuhan untuk kesuksesan, hmm mungkin lebih tepatnya kekayaan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya belajar dari Abdurrahman bin Auf dalam hal kesungguhan dan pengorbanan dalam berusaha.
Abdurahman bin Auf terlahir dengan nama Abd Amr, dan ada juga yang mengatakan namanya adalah Abdul Ka'abah. Dilahirkan selang sepuluh tahun setelah tahun Gajah sebagai seorang Bani Zuhrah. Setelah masuk islam, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam mengganti namanya dengan Abdurrahman, lengkapnya ialah Abdurrahman bin Auf bin Abdi bin Al Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’aiy. Kuniyahnya ialah Abu Ahmad. Abdurrahman bin Auf merupakan sepupu dari Sa'ad bin Abi Waqqas dan suami dari saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya.
Abdurrahman bin Auf merupakan salah seorang dari delapan orang yang mula-mula masuk Islam dan termasuk kelompok sepuluh orang sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga; termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah (sebagai formatur) dalam pemilihan khalifah sesudah Umar bin Khattab r.a.; dan seorang mufti yang dipercayai Rasulullah untuk berfatwa di Madinah selagi beliau masih hidup di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin.
Kesungguhan Aburrahman bin Auf sudah dalam setiap keputusan yang dia pilih dan percaya akan kebenarannya sudah ditunjukkan mulai dari ketika ia memeluk islam. Sebagaimana para sahabat nabi yang pertama memeluk islam, Abdurrahman bin Auf mengalami berbagai penderitaan dan penyiksaan dari masyarakat Quraish di Mekah, bahkan diriwayatkan bahawa ibu Abdul Rahman Bin Auf sesudah mengetahui Abdul Rahman Bin Auf memeluk Islam, ia pun berkata kepada anaknya, "Aku akan berjemur dipanas matahari yang terik di waktu siang dan di waktu malam yang sejuk aku akan bermalam diruang lapang, hinggalah engkau mengaku akan kembali semula kepada agama nenek moyangmu”. Namun cobaan ini tidak membuat luntur keyakinannya dengan keputusan yang sudah ia ambil.
Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Peristiwa hijrah bukanlah peristiwa yang mudah untuk dilakukan saat itu, karena ketika keputusan untuk melakukan hijrah itu diberikan keadaan umat muslim sungguh dalam keadaan yang tidak baik. Berbagai ancaman pembunuhan bagi orang yang meninggalkan kota Makkah telah disebarkan oleh para kaum Quraish, selain itu mereka menawarkan keselamatan dan berbagai hadiah bagi siapa saja yang mau meninggalkan ajaran Muhammad. Karena besarnya resiko yang ada, maka hijrah pun dilakukan secara sembunyi – sembunyi dan kebanyakan sahabat saat itu tidak sempat membawa hartanya sedikit pun, hanya sempat membawa sedikit perbekalan dan meninggalkan seluruh kekayaan dan kejayaan yang mereka miliki di Makkah. Begitulah yang dialami oleh Abdurrahman bin Auf, beliau harus meninggalkan seluruh usaha dan kekayaan yang dia miliki hasil jerih payah bertahun – tahun, beliau bisa saja memilih untuk melindungi hartanya dan memilih untuk meningggalkan Islam namun kesungguhan dan kepercayaan akan keputusan yang telah beliau buat telah meneguhkan hatinya untuk dapat meninggalkan seluruh hartanya dan pergi ke Madinah bersama sahabat – sahabat lainnya. Sungguh keputusan yang sulit.
Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari seorang daripada golongan Ansar. Demi kecintaan Saad Bin Rabi' kepada saudaranya dan golongan Muhajirin, beliau mengatakan kepada Abdul Rahman demikian antara lainnya, "Saudara, ketahuilah bahwa saya adalah seorang Ansar yang banyak harta, dan kiranya saudara sudi ambillah separuh dan kekayaan saya itu. Saya juga mempunyai dua orang isteri dan kiranya Saudara sudi mana satu antaranya, saya sedia mencaraikannya supaya boleh saudara mengawininya.”, Mendengarkan kata-kata sahabatnya itu Abdul Rahman Bin Auf seraya menjawab, "Saudaraku, semoga Allah akan memberikan berkat terhadap keluarga dan hartabenda saudara. Janganlah disusahkan tentang din saya ini, yang penting bagi saya ialah kiranya saudara sudi menunjukkan saya jalan menuju ke pasar”. Bahkan ketika jalan untuk memperoleh kekayaan dengan mudah, melalui pemberian saudaranya, sudah ada dan bisa diambil, Abdurrahman bin Auf menunjukkan kualitasnya sebagai seorang yang memiliki pendirian dan kesungguhan dalam kehidupannya. Beliau lebih memilih untuk tidak memberatkan kehidupan saudaranya dan memulai kembali usahnya yang telah beliau tinggalkan dari nol lagi, ini memperliahatkan betapa tidak pernah menyerahnya beliau dalam menghadapi berbagai cobaan.
Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.
"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.
"Emas seberat biji kurma," jawabnya.
Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Kemahiran dalam berdagang dan pemahamannya yang baik soal keungan serta kesungguhannya dalam melakukan sesuatu telah membawanya kepada kehidupan yang sangat makmur. Beliau pernah berkata, “Anda akan melihat aku, tiap saat aku mengangkat batu aku berharap menemukan dibawahnya emas atau perak”. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat Bertangan Emas'.
Pengorbanan Abdurrahman bin Auf dalam hal fisik dan tenaga juga tidak kalah besar, bahkan saat perang Uhud ketika para sahabat banyak yang melarikan diri, Abdurrahman bin Auf tetap bertahan dan mendapat sembilan luka parah menganga di tubuhnya dan dua puluh luka kecil yang di antaranya ada yang sedalam anak jari. Namun keistimewaan Abdurrahman bin Auf yang khas yaitu berjuang bukan saja dengan pedang tetapi juga harta dan kekayaannya.
Hal ini terlihat ketika suatu hari Rasulullah saw. berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berdiri ditengah-tengah para sahabat. Kata beliau, antara lain, "Bersedekahlah tuan-tuan! Saya hendak mengirim satu pasukan ke medan perang."
Mendengar ucapan Rasulullah saw. tersebut, Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya dan cepat pula kembali ke hadapan Rasululalh di tengah-tengah kaum muslimin. Katanya, "Ya Rasulallah! saya mempunyai uang emapt ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya." Lalu uang yang dibawa dari rumah itu diserahkan kepada Rasulullah dua ribu.
Sabda Rasulullah, "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu terhadap harta yang kamu berikan dan semoga Allah memberkati pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu."
Selain itu, Rasulullah bersiap untuk menghadapi Perang Tabuk, beliau membutuhkan jumlah dana dan tentara yang tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh, yaitu tentara Rum cukup banyak. Di samping itu, Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula hewan kendaraan tidak mencukupi. Banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah saw. menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran kesedihan, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkannya. Mereka yang tidak terima itu terkenal dengan nama Al-Bakkaain (orang yang menangis) dan pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan Jaisyul 'Usrah (pasukan susah).
Karena itu, Rasulullah memerintah kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fie sabilillah. Dengan patuh dan setia kaum muslimin memperkenankan seruan Nabi yang mulia. Abdurrahman turut memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Maka kata Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah saw., "Agaknya Abdurrahman berdosa, tidak meninggalkan uang sedikit juga untuk istrinya."
Rasulullah saw. bertanya kepada Abdurrahman, "Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk istrimu?"
Abdurrahman menjawab, "Ada! mereka saya tinggali lebih banyak daripada yang saya sumbangkan."
Tanya Rasulullah saw., "Berapa?"
Jawab Abdurrahman, "Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."
Pasukan tentara muslimin berangkat ke Tabuk. Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperolah kaum muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu salat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka, Abdurrahman menjadi imam salat berjamaah bagi kaum muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu beliau salat di belakang Abdurrahman dan mengikutinya sebagai makmum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah saw. wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan ummahatul mukminin (istri para Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu yang mulia itu bila bepergian. Apabila para ibu tersebut pergi haji, Abdurrahman turut pula bersama-sama mereka. Dia yang menaikkan dan menurunkan para ibu itu ke atas haudaj (sekedup) khusus mereka. Itulah salah satu bidang khusus yang ditangani Abdurrahman. Dia pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin kepadanya.
Salah satu bukti yang dibaktikan Abdurrahman kepada ibu-ibu yang mulia, ia pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikannya seluruhnya kepada fakir miskin Bani Zuhrah dan kepada para ibu-ibu orang mukmin, istri Rasulullah. Ketika jatah ibu Aisyah r.a. disampaikan orang kepadanya, ibu yang mulia itu bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buat saya?"
Orang itu menjawab, "Abdurrahman bin Auf."
Kata ibu Aisyah r.a., Rasulullah saw. pernah bersabda, "Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku, kecuali orang-orang yang sabar."
Begitulah doa Rasulullah saw. bagi Abdurrahman. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya sepanjang hidupnya, sehingga Abdurrahman menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kafilah dagangnya terus-menerus hilir mudik dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk
Pada suatu hari iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Semuanya membawa pangan, sandang, dan barang-barang lain kebutuhan penduduk. Ketika mereka masuk kota, bumi seolah-olah bergetar. Terdengar suara gemuruh dan hiruk pikuk. Sehingga Aisyah bertanya, "Suara apa hiruk pikuk itu?"
Dijawab orang, "Kafilah Abdurrahman dengan iring-iringan tujuh ratus ekor unta bermuatan penuh membawa pangan, sandang serta lainnya.
Kata Asiyah r.a. "Semoga Allah melimpahkan berkat-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasululalh saw. bersabda, "Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya)."
Sebelum menghentikan iring-iringan unta, seorang pembawa berita mengatakan kepada Abdurrahman bin Auf berita gembira yang disampiakan Aisyah, bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga. Serentak mendengar berita itu, bagaikan terbang ia menemuai ibu Aisyah. Katanya, "Wahai Ibu, apakah Ibu mendengar sendiri ucapan itu diucapkan Rasulullah?"
Jawab Aisyah, "Ya, saya mendengar sendiri."
Abdurrahman melonjak kegirangan. Katanya, "Seandainya aku sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah ibu menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya, kuserahkan untuk jihad fisabilillah”. Dan dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sebuah infak yang mahabesar.
Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya. Bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai bukti, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkan harta kemudian menyimpannya. Ia mengumpulkan harta dengan jalan yang halal.
Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah tangan, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan mencapai 40.000 dirham perak, 40.000 dinar emas, 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda kepada para pejuang,1500 ekor unta untuk pejuang-pejuang lainnya.
Tatkala dia hampir meninggal dunia, dimerdekakannya sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya. Kemudian diwasiatkannya supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing bekas pejuang Perang Badar. Mereka berjumlah seratus orang, dan semua mengambil bagiannya masing-masing. Dia berwasiat pula supaya memberikan hartanya yang paling mulia untuk para ibu-ibu orang mukmin, sehingga ibu Aisyah sering mendoakannya, "Semoga Allah memberikannya minum dengan minuman dari telaga salsabil."
Di samping itu, dia meningggalkan warisan pula untuk ahli warisnya sejumlah harta yang hampir tidak terhitung banyaknya. Dia meninggalkan kira-kira 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3000 ekor kambing, dia beristri empat orang. Masing-masing mendapatkan pembagian khusus 80.000, di samping itu masih ada peninggalannya berupa emas dan perak, yang kalau dia bagi-bagikan kepada ahli warinsnya dengan mengampak, maka potongan-potongannya cukup menjadikan seorang ahli warisnya manjadi kaya raya. Begitulah karunia Allah SWT kepada Abdurrahman berkat doa Rasulullah kepadanya semoga Allah memberkatinya dan hartanya.
Walaupun begitu kaya rayanya, harta kekayaan itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh iman dan takwa. Apabila ia berada di tengah-tengah budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan mana yang budak.
Pada suatu hari dihidangkan orang kepadanya makanan, padahal dia puasa. Dia menengok makanan itu seraya berkata, "Mushab bin Umair tewas di medan juang. Dia lebih baik daripada saya, waktu dikafani, jika kepalanya ditutup, maka terbuka kainnya. Kemudian Allah membentangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sesungguhnya saya sangat takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah memberikannya kepada kita (di dunia ini)."
Sesudah berkata begitu, dia mengangis tersedu-sesudu, sehingga nafsu makannya jadi hilang. Berkatalah Abdurrahman bin Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah saw. yang ucapannya selalu terbukti benar telah memberinya kabar gembira dengan surga jannatun na'im.
Telah turut menghantarkan jenazahnya ke tempatnya terakhir di dunia, antara lain sahabat yang mulia Sa'ad bin Abi Waqqash. Pada salat jenazahnya turut pula, antara lain, Dzun Nurain, Utsman bin Affan. Kata sambutan saat pemakaman, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Dalam sambutannya antara lain Ali berkata, "Anda telah mendapatkan kasih sayang, dan Anda berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati Anda. Amin!"
“Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita … !”(Q·S. 2 al-Baqarah: 262)
Referensi
http://www.oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=426. 22:09 – 24 september 2011.
http://tayibah.com/eIslam/Tokoh/AbdulRahman.htm. 22:09 – 24 september 2011.
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_bin_Auf. 7:38 - 25 september 2011.

Popular posts from this blog

Flow Regime

Fluid Flow

"Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia". Doa Yang Sudah Terkabulkan?